[ ada udang tua dibalik bakwan ] Mengapa JK ngotot ingin membangun PLTA ?



Sebab, industri memberikan lapangan kerja yang banyak guna mewujudkan peningkatan ekonomi.

Sayangnya, JK mengaku memang tidak sedikit halangan yang menghadang upaya akselerasi ekonomi itu. Ia menyebut ketersediaan listrik yang masih kurang selain infrastruktur, tingginya bunga pinjaman, birokrasi, dan sumber daya manusia (SDM).

"Minta maaf, saat kita di pemerintahan bisa membuat 10.000 megawatt listrik. Tapi minta maaf, setelah itu tidak dibangun lagi," kata JK dalam dialog capres, Jumat (20/6/2014).

Padahal, menurut JK, untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, seharusnya program pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt harus dilakukan setiap tiga tahun sekali.

Ia mengatakan, saat ini semua orang membutuhkan energi listrik untuk kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk peralatan listrik. Begitu pula dengan industri, untuk bisa berjalan perlu energi listrik.

Karena itu, JK menegaskan pentingnya pembangunan infrastruktur listrik karena hampir seluruh aspek kehidupan menggunakan listrik.

Setelah itu, JK menekankan bahwa infrastruktur transportasi juga tak kalah penting untuk dibangun.

"Tol laut itu kan bagaimana transportasi yang baik. Listrik dan teknologi penting. Bagaimana juga sinkronisasi hulu dan hilir, dan pemanfaatan pasar yang besar," tegas JK.

http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...t.Setelah.Itu.

Quote:
Jauh sebelum menjadi Wakil Presiden SBY, JK adalah seorang saudagar yang lumayan sukses. Bisnisnya bisa disebut menggurita di Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia Timur. Sampai tahun awal 1990-an, salah satu bisnis andalannya adalah menjadi agen penjual mobil Toyota.

Nah, waktu menjadi Wapres itu, bisnis Kalla dan keluarganya berkembang supercepat. Kok bisa? Buktinya, dalam lima tahun kekuasaannya (2004-2009), grup bisnis keluarganya kebanjiran berbagai proyek skala besar.

Adalah Abdulrachim Kresno, aktivis 1978, yang rajin menelisik sepak terjang Jusuf Kalla yang dinilainya sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat berkuasa. Lewat twitter-nya @abdrachim001, dia bercerita panjang lebar seputar pelbagai proyek yang diguyurkan JK bagi bisnis keluarganya.

Seperti diketahui, keluarga Kalla mengendalikan sejumlah grup bisnis. Di antaranya Kalla Group, Bukaka Group, Bosowa Group, dan Intim Group. Semuanya mengalami masa-masa panen raya saat JK berkuasa.

Bukaka, misalnya, memperoleh order pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Ussu di Kabupaten Luwu Timur, berkapasitas 620 mega watt (MW), dan PLTA senilai Rp1,44 trilyun di Pinrang. Bukaka juga membangun PLTA dengan tiga turbin di Sungai Poso, Sulawesi Tengah, yang berkapasitas total 780 MW.


Menurut Abdulrachim, selain ditengarai memainkan pengaruh kekuasaan untuk mendapatkan bisnis ini, pelaksanaannya pun melanggar aturan. PLTA Poso, misalnya, mulai dibangun sebelum ada analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang memenuhi syarat. Begitu juga dengan jaringan saluran udara ekstra tiniggi (SUTET)-nya ke Sulawesi Selatan & Sulawesi Tenggara dibangun tanpa AMDAL.

“Di Sumatera Utara, kelompok yang dipimpin Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla mendapat order pembangunan PLTA di Pintu Pohan, atau PLTA Asahan III berkapasitas 200 MW. Lewat PT PT Bukaka Barelang Energy, Bukaka juga terlibat dalam pembangunan pipa gas alam senilai US$750 juta. Proyek ini akan melintang dari Pagar Dea, Sumatera Selatan, ke Batam,” katanya.

Bukaka juga digerojok seabrek proyek listrik semasa JK jadi Wapres. Di antaranya membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) senilai US$92 juta di Pulau Sembilang, dekat Batam. Lalu ada pembangunan pembangkit listrik tenaga gas di Sarulla, Tarutung, Sumatera Utara, yang akan menghasilkan listrik 300 MW.

Juga ada rencana pembangunan 19 PLTA berkekuatan 10.000 MW. Guna merealisasikan proyek ambisius ini, JK mendorong Bank Pembangungan Daerah (BPD) se Indonesia untuk membiayai dengan mengandalkan dana murah yang dimilikinya.

Itulah sebabnya secara ekonomi rencana tersebut dinilai berbahaya. Pasalnya, dana murah tadi bersifat dana jangka pendek. Padahal siapa pun tahu, proyek pembangkit listrik termasuk berjangka panjang. Mulai pembangunan hingga menghasilkan fulus, PLTA memerlukan waktu sekitar tujuh tahun. Jika dipaksakan, BPD-BPD itu dipastikan bakal mengalami miss match pendanaan. Sedikit saja ada goncangan, mereka bakal terkapar karena dana jangka pendeknya dipakai membiayai proyek jangka panjang, demikian laporan inilah..com.

Kekuasaan, waktu, uang

Dalam waktu lima tahun menjabat sebagai Wakil Presiden, perusahaannya makin gemilang. Itu tidak mengherankan mengingat group-group usahanya memperoleh berbagai proyek infrastruktur.

Kelompok-kelompok bisnis seperti Bukaka, Bosowa , dan Intim (Halim Kalla) masuk dalam paket kontraktor pembangunan 19 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kelompok Bosowa mendapat order pembangunan PLTU Jeneponto di Sulsel, tanpa tender (Rakyat Merdeka, 7 Juni 2006).

Kelompok Intim milik Halim Kalla, yang juga salah seorang Komisaris Lion Air, akan membangun PLTU berkapasitas 3 x 300 MW di Cilacap, Jateng. Proyek ini mengandalkan pasokan bahan baku batubara dari konsesi pertambangan batubara seluas 5.000 ha milik kelompok Intim di Kaltim (GlobeAsia, Sept. 2008, hal. 38).

Dengan rekam jejak seperti ini, wajar saja jika kekayaan JK dan keluarganya melonjak-lonjak dalam masa lima tahun kekuasaannya. Ini juga yang, konon, menyebabkan SBY tidak lagi menggandeng JK sebagai Cawapres pada Pilpres 2004. Syahwat bisnis ikut mendompleng kekuasaannya.

Perusahaan milik tokoh sesepuh Sulsel, Jusuf Kalla (JK) itu menargetkan segera membangun minimal 1000 MW pembangkit listrik. Targetnya untuk mempercepat pembangunan di Sulawesi. Untuk ambisi ini, grup fokus mendirikan pembangkit listrik energi terbarukan.

“Syarat untuk mempercepat pembangunan adalah infrastruktur. Pembangunan PLTA ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan dan memajukan bangsa,” ujar Asmir seperti yang dilansir FAJAR (JPNN Group).

Menurut dia, ketiga pembangkit kapasitas 640 MW ini bakal dikerjakan secara bertahap dengan pendanaan dari internal Kalla Grup dan perbankan nasional. Setiap megawatt-nya membutuhkan dana US,5 juta.

“Potensi tenaga hidro di Sulawesi cukup besar. PLTA Poso merupakan contoh karya yang membanggakan dengan desain dari engineer lokal,” tambahnya.

Sebelumnya, JK sendiri sudah menegaskan bahwa fokus ekspansi Kalla Group kini ada di sektor energi. Penyediaan listrik. Sebab, bila listrik sudah mencukupi, sebut dia, investasi-investasi bisa lebih menggeliat. Pelaku usaha bisa lebih leluasa.

Sejauh ini, Kalla sudah membangun PLTA Poso 1 kapasitas 120 MW namun belum beroperasi.
PLTA Poso 2 (180 MW) dan PLTA Poso 3 (340 MW) juga masih menunggu waktu yang tepat untuk difungsikan.

Di Sulsel, Kalla telah mengoperasikan PLTA Malea Tana Toraja (90 MW) secara bertahap.

Sedangkan PLTA Tumbuan Mamuju di Sulbar (450 MW) belum beroperasi. Begitu pula dengan PLTA Merangin Jambi yang berkapasitas 350 MW.

Pembangkit-pembangkit itu dioperasikan sejumlah anak perusahaan Kalla Group. Seperti PT Poso Energi, PT Malea Energi, dan PT Kerinci Merangin Hidro - See more at:

http://www.kendarinews.com/content/v....M8JMiDU5.dpuf




0 comments:

Post a Comment

[ ada udang tua dibalik bakwan ] Mengapa JK ngotot ingin membangun PLTA ?