Senarai Narasi Pendidikan di Lereng Merapi Paska-Erupsi


Pendidikan dasar adalah hak tiap anak Indonesia tak peduli apapun kondisinya.  Baik yang berasal dari keluarga kaya atau miskin, berotak cerdas atau berotak udang,  berada di tengah kota dengan segala fasilitas pembangunan atau di pedalaman hutan. Selama ia adalah anak yang lahir dan tinggal di bumi Indonesia maka ia berhak mendapatkan (setidaknya) pendidikan dasar. Jaminan pendidikan dasar adalah iming-iming yang dijanjikan para pendiri negeri kepada anak bangsa jika atas berdirinya negara ini. Berikut ini adalah pengalamanku selama 2 hari ikut membantu mendampingi belajar anak-anak SD Srunen yang sampai kini belajar tanpa guru formal. Selama ini proses belajar didampingi teman-teman relawan dari GUSDUR-ians (bukan GUS DURIAN apalagi Rambutan hehe) dan jaringannya.

Berawal dari ajakan seorang teman, hari Rabu kemarin (28/09) aku mencicipi pengalaman menjadi pengajar SD. Adalah Natia yang mengajakku turut serta jadi relawan pendamping belajar karena memang bukan guru, siswa SD Srunen. Sekolah dasar ini terletak di desa Srunen, di mana jenazah mbah Maridjan disemayamkan, sekitar 4-5 km dari puncak Merapi.

#Cerita Hari Pertama

Aku terbangun dari tidur dengan gedandapan pagi itu. Nada getar handphone biangnya. Tertulis “Natia memanggil” di layar monokrom Nokia jadul pinjaman dari seorang teman. Aku langsung tahu maksudnya, aku sudah ditunggu untuk berangkat ke Srunen bersama teman-teman relawan yang lain. namun karena sudah jam 7 lebih, akhirnya mereka berangkat duluan naik mobil yang disediakan. Akan ada seorang teman yang akan menungguku untuk berangkat bersama naik motor.

Bersama rekan Ulum saya naik ke kaliurang atas di atas motor masing-masing. Saya naik Honda Astrea Prima pinjaman dari teman, sementara dia naik motor yang lebih muda usianya. Awalnya kupikir letak Sdnya hanya di kisaran jakal kilometer 15-20. Ternyata masih lebih ke atas lagi. Kami mengambil jalan arah Kaliadem. Melewati dusun Bronggang menuju Srunen. kami sempat melintasi bekas aliran lahar di mana beberapa orang sedang bekerja membangun kembali jembatan. Dari sini Gunung Merapi terlihat jelas puncaknya, termasuk bongkahan bekas Geger Boyo yang runtuh.

Suasana jalan menuju lokasi cukup mengesankan. Banyak pohon bambu melengkung di kanan kiri jalan, menyerupai lorong. Debu vulkanik masih menutupi dedaunan. Mungkin karena sekarang musim kemarau sehingga angin dengan mudah menerbangkan. Masih ada sisa-sisa pohon nyiur yang kering terhempas awan vulkanik. Pemandangan ini membuatku membayangkan bagaimana suasana di Srunen ketika Merapi Erupsi. Tentu lebih mencekam lagi.

Perjalanan yang cukup terjal dan berat ini mengingatkanku pada keinginan lamaku untuk jadi pengajar muda dalam program Indonesia Mengajar. Apa yang aku dan relawan Srunen lakukan ini serupa tapi tak sama dengan para pengajar muda. Tentu saja perjuangan fisik menuju Srunen jauh lebih ringan daripada perjalanan yang dialami Agus Rachmanto, kawan yang menjadi Pengajar Muda, ke pulau Rupat, kabupaten Bengkalis sana. Tapi secara esensi kami melakukan hal yang sama yaitu menjaga nyala mimpi dan berbagi inspirasi kepada sesama anak negeri. Jadi aku tak perlu menyesali keputusanku melepas impian jadi Pengajar Muda.

Sesampainya di SD Srunen kegiatan mengajar sudah dimulai di kelas masing-masing. Aku menemani Natia mendampingi kelas 4 belajar geografi dan sains hari itu. jumlah muridnya sekitar 17 orang termasuk 5 siswi. Tanpa meja kursi. Hanya duduk beralaskan tikar. Tak ada papan tulis besar layaknya sekolah pada umumnya. Sebagai gantinya tertempel kertas-kertas plano yang penuh dengan materi yang pernah diajarkan sebelumnya.

Hari itu aku lebih banyak mengamati daripada mengajari. Di samping karena belum sempat berkenalan dengan teman-teman kecil, aku tidak ingin menginterupsi proses belajar yang tengah berlangsung. Aku malah punya lebih banyak waktu untuk melakukan pengamatan. Beberapa hal yang menjadi catatanku di hari pertama antara lain:

Sebagian besar siswa tidak konsentrasi pada apa yang disampaikan oleh pendamping. misalnya 3 orang sibuk membolak-balik ‘buku paket’ untuk melihat gambar karena memang jumlah buku penunjang sangat terbatas. Ada lagi Angga, laki-laki bertubuh kurus ini mendengarkan penjelasan dengan tiduran. Beberapa kali kuingatkan tetapi tetap saja mencuri-curi tiduran. Usut punya usut dia ngantuk di kelas karena semalam mengalami kesulitan tidur ditambah lagi dia tidak sarapan sebelum berangkat. Rata-rata siswa ternyata biasa tidak sarapan. Pantas saja mereka mudah mengantuk di kelas.
Anak-anak kelas 4 sangat suka matematika. Ini terlihat ketika Natia memberikan tebak-tebakan perkalian, para lelaki berebut menjawab. Biasanya setelah berhasil menjawab mereka akan menagih reward, entah berupa snack atau nilai. Sementara siswa perempuan tak ada yang tertarik.

Dalam amatanku, para perempuan yang hanya berjumlah 5 orang ini seolah tak ingin terlibat aktif dalam proses belajar. mereka hanya duduk senderan di tembok. Tangannya bersedekap, bahasa tubuh yang mengisyaratkan adanya jarak psikologis. Ketika ditanya hanya menggeleng atau menjawab dengan kalimat pendek. Mungkin saja karena jumlah mereka yang tak ada separuh jumlah laki-laki. Tapi mungkin juga karena memang selama ini mereka tidak terlalu dilibatkan sehingga merasa terpinggirkan. Ini terbukti saat pelajaran terakhir yaitu sains. Natia mengeluarkan alat peraga kertas bergambar anggota tubuh manusia. Siswa lelaki merangsek maju mengerubungi Natia dan siswa perempuan seolah tak masuk dalam lingkaran. Kemudian Natia meminta mereka juga ikut maju ke depan tapi tetap tak mau beranjak dari senderan. Akhirnya kelas dibagi dua. Siswa putra dengan Natia, siswa putri denganku. Aku menerangkan dengan sedikit humor dan berhasil. Tanpa sadar lama-lama mereka duduk tanpa bersandar.

Kelas berakhir pukul 11.00 dengan ditutup surat Al-Ashr. Oya, satu lagi catatanku. Dalam melafalkan surat ini mereka memiliki semacam irama. Tapi sayangnya, irama itu justru menyalahi cara baca, panjang-pendeknya bacaan Al-Qur’an. Semoga ada kesempatan memperbaikinya. 

"Iki lho Srunen, SD ne awak dewe"




0 comments:

Post a Comment

Senarai Narasi Pendidikan di Lereng Merapi Paska-Erupsi