Menggagas Pasar Modal Syariah yang Ideal Bagi Bangsa Indonesia


PENDAHULUAN
    Islam merupakan suatu agama yang komprehensif, yang mengatur segala detail kehidupan bagi para pemeluknya. Dalam agama ini, kita mengenal hubungan vertikal antara manusia dengan tuhannya(hablumminallah) dan juga hubungan horizontal antar sesama manusia (hablumminannas). Kaidah yang mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Allah biasa kita sebut dengan aqidah, sedangkan kaidah yang mengatur hubungan horizontal antar sesama manusia biasa kita sebut dengan syariah.
    Syariah islam mengatur hubungan antar sesama manusia dan lingkungannya dalam konsep muamalah. Aspek muamalah merupakan aturan main bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sosial. Ajaran muamalah akan menahan manusia dari menghalalkan segala cara dalam mencari rizki. Muamalah mengajarkan manusia untuk mencari dan memperoleh rezeki dengan cara yang baik. Hal inilah yang kelak menjadi dasar dalam membangun sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai islam.  
    Dalam perekonomian modern dewasa ini, pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian dunia. Pasar modal merupakan pusat syaraf keuangan (financial-nerve center) dalam perekonomian global. Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang memilili kelebihan dana (excess fund), yaitu investor, dengan pihak yang membutuhkan dana untuk kegiatan usaha, yaitu entitas bisnis. Oleh karena itu, banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya.
    Ditinjau dari perspektif syariah, pasar modal sebenarnya dihukumi mubah. Namun, adanya transaksi-transaksi yang didalamnya terdapat unsur maysir (judi), gharar (spekulasi), dan riba (bunga) di dalamnya menjadikan dunia pasar modal sebagai sarana investasi yang berada di daerah shadow area alias syubhat dan bahkan cenderung mengarah ke haram. Padahal, islam sendiri sangat menganjurkan umatnya untuk berinvestasi, seperti termaktub dalam suatu hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda, ketahuilah, siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya (membisniskannya), janganlah ia membiarkan harta itu idle, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat.
    Berangkat dari hal inilah, para pakar ekonomi islam, alim ulama, dan fuqaha mulai berpikir untuk mewujudkan suatu pasar modal yang sesuai dengan syariah islam, yang biasa dikenal dengan pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan pengejawantahan dari prinsip-prinsip syariah dalam dunia pasar modal. Dengan adanya pasar modal syariah ini, harapan akan adanya suatu media investasi yang halal dan menguntungkan diharapkan dapat terealisasi.

Aspek Historis Pasar Modal Syariah
    Salah satu pepatah legendaris dari Bung Karno, Presiden pertama republik ini adalah jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dengan mengetahui sejarah, kita tentu dapat mengambil makna dari setiap peristiwa yang di masa lampau. Melalui sejarah pula, kita dapat mengambil teladan yang baik dari perjuangan para pendahulu kita di masa lampau.
    Pasar modal syariah sendiri mempunyai sejarah yang begitu panjang dan menarik untuk disimak. Aziz (2005) dalam tulisannya menyatakan bahwa aspek historis pasar modal syariah di dunia dapat dikatakan sebagai suatu ironi. Mengapa?Ya, karena salah satu pengusung konsep pasar modal syariah yang pertama di dunia adalah Amerika Serikat (AS), sentra kapitalisme global yang selama ini dikenal kurang akomodatif terhadap islam.
    Di negara inilah, equty fund pertama di dunia, yaitu the amana fund lahir. The Amana fund lahir berkat prakarsa Yaqub Mirza dan Bassam Osman, dua orang anggota North America Islamic Trust pada tahun 1986. Konsep yang mereka tawarkan pada saat itu adalah membentuk suatu reksadana yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ditujukan kepada para investor muslim.
    Selain itu, di negara ini pulalah indeks saham syariah pertama di dunia lahir, yaitu Dow Jones Islamic Market (DJIM). Meskipun peresmiannya dilakukan di Bahrain, tidak bisa dipungkiri bahwa DJIM merupakan suatu titik balik perkembangan pasar modal syariah di dunia. Dalam DJIM, saham-saham diseleksi berdasarkan kesesuaiannya terhadap koridor syariah. Ada dua metode utama yang digunakan dalam menentukan sharia compliance suatu efek sehingga dapat listing di DJIM. Metode pertama yaitu screening atas core business emiten terkait, sehingga dipastikan bahwa kegiatan usaha emiten tidak memproduksi barang haram (misal: alkohol, babi, rokok, dll), menyediakan jasa layanan keuangan konvensional yang mengandung riba (misal: bank dan perusahaan asuransi) dan hiburan yang mengarah kepada kemaksiatan (misal: casino, pub, dll). Metode selanjutnya adalah dengan melihat rasio keuangan perusahaan. Otoritas bursa akan me-remove emiten-emiten dengan rasio utang dan pendapatan bunga yang terlampau tinggi.
    Di Indonesia sendiri, gong pasar modal syariah mulai terasa pada pertengahan tahun 1997, yaitu ketika PT Danareksa Investment Management (DIM) memperkenalkan reksadana syariah untuk pertama kali. Namun berhubung pada saat itu Self Regulatory Organization (SRO) belum mengeluarkan secara resmi instrumen yang berhubungan dengan efek syariah, maka perkembangan pasar modal syariah di hitung sejak penerbitan Jakarta Islamic Index (JII), yaitu pada tanggal 3 juli 2000.

Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
    Seperti telah sedikit dijelaskan di atas, proses introduksi pasar modal syariah di indonesia dimulai ketika PT Danareksa Investment Management (DIM) memperkenalkan reksadana syariah untuk pertama kali. Sedangkan dalam tataran praktis, pasar modal syariah mulai secara resmi diimplementasikan di Indonesia melalui peresmian Jakarta Islamic Index  (JII) pada tanggal 3 juli 2000.
    JII merupakan indeks yang didalamnya listing efek-efek dari emiten yang masuk kriteria syar’i berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Adapun fatwa-fatwa tersebut adalah :

Fatwa No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Saham;
Fatwa No.20 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
Fatwa No.32 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah;
Fatwa No.33 tahun 2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
Fatwa No.40 tahun 2003 tentang Pasar Modal danPedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; dan
Fatwa No.41 tahun 2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Fatwa No. 59 tahun 2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konvers
Fatwa No. 65 tahun 2008 tentang HMETD Syariah
Fatwa No. 66 tahun 2008 tentang Waran Syariah
Fatwa No. 69 tahun 2008 tentang SBSN
Fatwa No. 70 tahun 2008 tentang Metode Penerbitan SBSN
Fatwa No. 71 tahun 2008 tentang Sale and Lease Back
Fatwa No. 69 tahun 2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back

     Disamping fatwa DSN- MUI di atas, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga mengeluarkan peraturan berkaitan dengan pasar modal syariah di Indonesia, yaitu :
Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal
Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
    Pemerintah sendiri juga telah mengeluarkan Undang-undang yang khusus terkait dengan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tahun 2008. Hal ini tentu semakin melegitimasi keberadaan pasar modal syariah melalui pendekatan produk di Indonesia.
    Dengan terbitnya fatwa DSN-MUI, peraturan Bapepam-LK, dan  Undang-undang tentang SBSN tersebut, hal ini tentu dapat menjadi statu angin segar bagi perkembangan pasar modal syariah di Indonesia. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi Syariah dan juga Reksadana Syariah.
    Hingga tahun 2010, jumlah emiten yang telah listing di JII ádalah sebesar 209 emiten. Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. Hal ini terlihat dari kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga mencatat angka yang fantastis per 15 Oktober 2010, yaitu mencapai Rp1.368,9 triliun atau 45% dari total kapitalisasi bursa yang berkisar Rp3.042 triliun. Berdasarkan data BEI, besarnya kapitalisasi saham berbasis syariah juga dibarengi dengan komponen perdagangan lainnya. Selama periode Januari-15 Oktober 2010, volume transaksi saham berbasis syariah mencapai 57% dari total volume perdagangan saham di BEI. Frekuensi transaksi saham syariah bahkan mencapai 51%.
    Disamping itu, jumlah reksadana syariah dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data bapepam yang menunjukkan grafik peningkatan jumlah reksadana syariah dari hanya 4 perusahaan pada tahun 2002 menjadi 49 perusahaan pada tahun 2010. Sungguh angka yang cukup fantastis, meskipun dari segi Nilai Aktiva Bersih baru mencapai 3,65% dari total NAB dalam setahun.(www.bapepam-LK.go.id)
     Fakta-fakta di atas tentu merupakan sesuatu yang menggembirakan bagi para penggiat ekonomi syariah khususnya di bidang pasar modal. Dengan fakta-fakta di atas, pengenalan dan proses implementasi pasar modal syariah dengan pendekatan produk boleh dikatakan cukup berhasil hingga saat ini. Yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana mempertahakan aspek going concern dari pasar modal syariah ini, supaya lebih menjiwai apa yang termaktub dalam Alqur’an guna menjalankan syariat Islam secara kaffah, termasuk dalam dunia pasar modal.

Menggagas Desain Pasar Modal Syariah yang Ideal bagi Bangsa Indonesia di Masa Datang
    Seperti telah disebutkan pendekatan atas pasar modal syariah di Indonesia adalah menggunakan pendekatan produk. Hal ini bisa dilihat dari berbagai macam payung hukum yang diterbitkan, baik itu fatwa DSN-MUI, peraturan Bapepam-LK, dan juga Undang-undang SBSN yang diterbitkan pemerintah, hampir semuanya membahas tentang efek syariah. Di satu sisi, hal ini tentu cukup bagus untuk semakin melegitimasi keberadaan pasar modal syariah di Indonesia, namun di sisi lain, hal ini dikhawatirkan justru semakin menyuburkan praktik maysir, gharar, riba atau pelanggaran-pelanggaran syariah lain dalam dunia pasar modal.
    Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena dalam pasar modal syariah yang berkembang saat ini, yang sesuai syariah hanyalah efeknya, sementara rules-nya tetap menggunakan rules pasar modal konvensional. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran antara tercampurnya yang halal dan yang haram. Efek syariah yang diharapkan mampu menjadi sarana investasi yang halal ternyata di sisi lain justru turut serta menyuburkan praktek-praktek terlarang dalam koridor syar’i dalam dunia pasar modal.
    Untuk mengatasi hal ini, diperlukan langkah yang sedikit radikal dalam pengembangan pasar modal syariah di Indonesia. Langkah tersebut adalah dengan membentuk suatu bursa efek syariah tersendiri yang terpisah dari bursa efek konvensional. Dalam bursa efek syariah yang terpisah ini, tidak hanya efeknya yang sesuai syariah, tetapi seluruh peraturan, emiten, dewan pengawas dan regulatornya juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini tentu sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut :
”Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu sekalian ke dalam Islam secara Kaaffah dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu ”.(Q.S. Al-Baqarah: 208).
    Dalam ayat tersebut di sebutkan bahwasanya Allah memerintahkan bagi kita untuk mengimplementasikan ajaran islam secara holistik (kaffah). Barang siapa yang menjalankan agama islam secara sempurna, niscaya dia akan mendapatkan limpahan rahmat dan keberuntungan (falah) dari Allah SWT. Hal ini pula lah yang mendasari pemisahan antara bursa efek syariah dan konvensional. Dengan pemisahan ini, diharapkan percampuran antara yang halal dan yang haram dapat dihilangkan dan praktik pelanggaran syariah di pasar modal dapat dibabat habis hingga akar-akarnya.
    Dalam bursa efek syariah ini, semua elemen yang terlibat harus sesuai syariah. Jika selama ini banyak anggapan bahwa hanya ada efek syariah di bursa, maka paradigma ini harus diubah. Pihak-pihak terkait dengan perdagangan bursa, seperti emiten, perusahaan sekuritas, underwriter, perusahaan reksadana, kustodian, lembaga kliring, pialang, dan juga investornya harus sesuai syariah. Demikian halnya dengan peraturan perdagangan, mekanisme transaksi, dan peraturan-peraturan lainnya juga harus sesuai dengan koridor syar’i.
    Selanjutnya, setelah komponen-komponen internal bursa efek tersebut telah sesuai syariah, tugas berikutnya yang tak kalah penting adalah membentuk dewan pengawas syariah. Dewan pengawas syariah mempunya peran yang cukup sentral dimana fungsi ini bertugas untuk menjaga keberlangsungan bursa supaya tetap berada dalam koridor-koridor syar’i. Dewan pengawas syariah bertugas untuk memastikan bahwasanya tidak ada penyimpangan seperti margin trading, short selling, cornering, insider trading, adanya transaksi-transaksi derivatif, pengungkapan informasi yang tidak lengkap dan menyesatkan, atau penyimpangan-penyimpangan lain yang bertentangan dengan prinsip syariah di bursa. Berhubung tugas yang demikian berat inilah, orang-orang yang duduk sebagai dewan pengawas syariah ini haruslah orang-orang yang benar-benar kompeten di bidang ekonomi syariah, khususnya menyangkut masalah pasar modal.
    Mungkinkah hal ini dilakukan?Jawabannya adalah sangat mungkin. Semua ini tergantung dari komitmen dari seluruh pihak untuk mewujudkan hal ini. Berkaca dari kesuksesan Bank Muamalat Indonesia yaang sukses menjadi tonggak perkembangan perbankan syariah di Indonesia, rasanya hal ini sama sekali bukan sesuatu yang mustahil karena Indonesia sesungguhnya mempunyai potensi yang kuat guna terciptanya bursa efek syariah yang berdikari dan terpisah dari bursa efek konvensional. Potensi tersebut diantara adalah fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dunia dan potensi dana asing dari timur tengah yang masih banyak terserap di bursa-bursa Eropa dan Amerika yang notabene konvensional.
    Proses untuk mewujudkan bursa efek syariah memang bukanlah proses yang mudah. Proses ini memerlukan kajian yang mendalam, baik secara fikih maupun secara praktis. Selain itu, semua pihak yang terkait, mulai dari perguruan tinggi, ulama, pelaku ekonomi, pemerintah, dan lembaga legislatif harus mendukung pendirian bursa efek syariah. Singkatnya, dibutuhkan jamaah yang heterogen. Jika pihak-pihak tersebut bekerja sama dengan baik, niscaya bursa efek yang beroperasi secara syariah murni niscaya dapat tercapai.
    Pada akhirnya diperlukan suatu langkah-langkah nyata guna menerjemahkan perencanaan strategis atas implementasi bursa efek syariah independen yang terpisah dari bursa konvensional di Indonesia ini. Adapun langkah-langkah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
  1. Menetapkan suatu payung hukum yang melegitimasi keberadaan pasar modal syariah yang terpisah dari pasar modal konvensional (bursa efek syariah yang terpisah dari bursa efek konvensional).
  2. Melakukan kajian-kajian akademis secara lebih mendalam dan komprehensif supaya lebih mematangkan konsep bursa efek syariah berikut praktiknya di Indonesia
  3. Menggalang dukungan dari berbagai golongan, baik dari praktisi, akademisi, dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam dunia pasar modal, khususnya bagi mereka yang concern terhadap pengembangan pasar modal syariah di Indonesia. Dukungan dari jamaah yang heterogen ini penting, karena akan dapat menggiring opini publik untuk semakin mendukung pendirian bursa efek syariah di Indonesia
  4. Menciptakan political will yang kuat di kalangan legislatif sehingga mendukung keberadaan pasar modal syariah
  5. Memberikan pemahaman pasar modal yang komprehensif kepada masyarakat, baik mereka yang telah menjadi pelaku pasar modal atau masyarakat awam sehingga mereka memahami perbedaan sekaligus nilai tambah bursa efek syariah dibandingkan dengan bursa efek konvensional
  6. Melakukan sosialisasi secara gencar terhadap para pelaku pasar yang telah ada dan juga masyarakat umum supaya mereka lebih ‘melek’ terhadap pasar modal syariah.
    Tidak ada yang mudah dari suatu perjuangan, terutama menegakkan syariat ketuhanan di bumi pertiwi ini, khususnya di bidang pasar modal. Bursa efek syariah hanya akan menjadi konsep belaka apabila tidak ada ghirah dan azam yang kuat dari semua pihak terkait untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, marilah kita semua mengawal agenda besar ini guna menuju perekonomian Indonesia yang lebih baik. Jayalah Indonesiaku, Jayalah Ekonomi Rabbani, Allahu Akbar!.



Sumber :
 
Agustianto. Pasar Modal Syariah. Dikutip dari www.agustianto.webblog.com

Al-Qur’an dan Al-Hadits

Beik, Irfan Syauqi. 2003. Prinsip Pasar Modal Syariah. www.pesanternvirtual.com

Nafik H.R., Muhammad. 2009. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta :  PT Serambi Ilmu Semesta

Ngapon. Semarak Syariah. Jakarta : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Setiawan, Aziz Budi. 2005. Perkembangan Pasar Modal Syariah. Jakarta : Hidayatullah




writter : M. kanzul fikri




0 comments:

Post a Comment

Previous Newer Post
Menggagas Pasar Modal Syariah yang Ideal Bagi Bangsa Indonesia